Selasa, 20 September 2011

SEPEDA MOTOR


SEPEDA MOTOR: KRISTALISASI KEBUDAYAAN DARI ONTOLOGIS MENUJU FUNGSIONALIS MENGALAMI TRANSPARADIGMA
Dwi Iriani*

Sepeda motor ternyata memiliki cerita sejarah yang panjang di Indonesia. berbagai informasi mengatakan bahwa sepeda motor sudah hadir di negara ini sejak masih berada di bawah pendudukan Belanda dan masih bernama Hindia Timur, Oost Indie atau East India. Data yang ada menyebutkan sepeda motor ada sejak tahun 1893 atau 115 tahun yang lalu.
Sepeda motor pertama di buat oleh ahli mesin Jerman Gottlieb Daimler tahun 1885 ketika dia memasang sebuah mesin dengan pembakaran sempurna pada sebuah sepeda kayu yang dia desain sendiri. Sepeda tersebut memiliki empat roda, termasuk dua roda tambahan (seperti roda pada sepeda anak-anak). Kecepatan awal sepeda motor pertama ini mendekati 10Kpj.
Di Indonesia sendiri kehadiran sepeda motor pertama kalinya dimiliki oleh orang inggris yang bernama John C Potter. Seorang masinis ini memesannya langsung ke pabrik Hildebrand und Wolfmüller, di Muenchen, Jerman. Sepeda motor buatan Hildebrand und Wolfmüller itu belum menggunakan rantai, roda belakang digerakkan secara langsung oleh kruk as (crankshaft). Sepeda motor itu belum menggunakan persneling, belum menggunakan magnet, belum menggunakan aki (accu), belum menggunakan koil, dan belum menggunakan kabel-kabel listrik. Sepeda motor itu menyandang mesin dua silinder horizontal yang menggunakan bahan bakar bensin atau nafta. Diperlukan waktu sekitar 20 menit untuk menghidupkan dan mestabilkan mesinnya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman sepeda motor mengalami penyempurnaan mulai dari bentuk, mesin, hingga fungsinya.

Kristalisasi Kebudayaan
Dari sejarah ditemukannya sepeda motor diatas menunjukan pada kita bahwa kebudayaan itu tidak bersifat statis melainkan dinamis menuruti hasrat manusianya. Seperti yang dijelaskan Bakker, kebudayaan tidak cukup dipahami hanya berdasarkan etimologinya. Misalkan kata culture.[1] Kebudayaan bagi Bakker adalah suatu aktivitas/proses sekaligus hasil, dan hasil tersebut juga mesti dibentuk dan dibentuk lagi. Kebudayaan berunsurkan pengetahuan, teknologi, kesosialan, ekonomi dan kesenian. Unsur-unsur ini saling berkonfigurasi memproduksi nilai-nilai, memberi bentuk dan makna.
Sepeda motor merupakan hasil dari proses. Proses dari pemutakhiran sebuah teknologi dan aktualisasi pemikiran (idea) manusia. Mengapa demikian, hal ini dikarenakan sepeda adalah sebuah alat yang diciptakan manusia untuk mempersingkat waktu. Namun ketika manusia merasakan bahwa peciptaan mesin bermotor akan lebih memepersingkat waktu dan jarak tempuh maka, ada sebuah aktualisasi pemikiran untuk mencitakan sepeda dengan mesin bermotor. Proses tersebut pun tidak sampai disitu, namun terus berlanjut. Hal demikianlah yang disebut kristalisasi dalam bentuk wujud. Tidak ada lagi yang disebut sebagai budaya berjalankaki melainkan budaya bermotor.
Dari Ontologis Menuju Fungsionalis
Paradigma ontologis menurut van Peursen adalah keinginan secara bebas untuk mengetahui segala ihwal dengan berdistansi dari realitas.[2] Pemikiran ontologis berbicara dan bertanya mengenai hakikat sesuatu, berkonsentrasi pada apa itu sesuatu. Sedangkan paradigma fungsionalis merupakan pembebasan dari kerangka pemikiran substansial, dan berkonsenterasi pada bagaimana itu ada.
Tahap fungsional adalah pencarian kembali relasi yang tepat antara manusia dan realitas di luarnya, upaya untuk mempertaukan diri dalam jaringan interaksi.[3] Dengan demikian manusia lebih memahami realitas dari sisi efek bagi dirinya. Inilah sebuah pemikirian dengan asas terbalik.

Transparadigma
Transparadigma dikatakan sebagai perpindahan gagasan. Perpindahan timbul akibat adanya unsur-unsur pendorong dan keterbatasan. Sepeda motor tercipta karena pemikiran fungsionalis. Perkembangan mesin dari abad ke abad semakin mutakhir dan lebih menguntungkan untuk konsumen dengan pertimbangan fungsi atau biasa disebut utilitas, maka jumlah sepeda motor di Indonesia mengalami peningkat. Selain itu, tingkat pendapatan perkapita juga ikut menjadi indikator.
Awal perubahan paradigma terjadi dari peningkatan atau penurunan mobilitas sosial. Seperti yang dijelaskan Narwoko [4] Mobilitas sosial juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok. Berdasarkan Deputi Neraca dan Bidang Analisis Statistik[5]. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 yang mencapai 4,5% membuat pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2009 naik menjadi Rp 24,3 juta (US$ 2.590,1) dibandingkan tahun 2008 yang sebesar Rp 21,7 juta (US$ 2.269,9). Hal ini berarti berarti secara umum penduduk Indonesia terjadi peningkatan mobilitas. Salah satu yang terpengaruh adalah perubahan standar hidup sehingga kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersier dapat dipenuhi.
Terjadinya transparadigma memiliki keterkaitan dengan teori perilaku konsumen. Titik berat dari teori ini adalah bagaimana permintaan konsumen terbentuk dan kapan konsumen merasa puas. Aspek demikian, pada gilirannya berperan menentukan corak sikap. Selanjutnya van Peursen menyebutkan cara tafsir kita terhadap teknologilah dan bersikap selektif merupakan unsur strategi kebudayaan. Selain itu perlu ditekankan bahwa daya cipta itu penting, inventivitas harus dipupuk. Daya cipta tidak serta-merta mesti melihat ke depan. Daya cipta kadang justru memerlukan langkah mundur ke belakang, agar dapat melompat ke depan. Karena sebuah kemajuan bisa mengandung kemunduran yang fatal. Van Peursen mengartikan kebudayaan adalah pekerjaan yang tidak pernah selesai.[6]
DAFTAR PUSTAKA

Peursen, C.A. Van. 1975. Strategi Kebudayaan, dalam Basis, Juli, Jakarta.
Simon, Fransiskus.2008. Kebudayaan dan Waktu Senggang. Yogyakarta: Jalasutra.
____. Sepeda Motor Pertama Di Indonesia dan Berbagai Cerita Sejarahnya . Koran Anak Indonesia. 01 Maret 2010.
El Hida, Ramdhania. Pendapatan Per Kapita RI Naik Jadi Rp 24,3 Juta di 2009.  Detik, 10 Februari 2010


[1] Lihat catatan Heddy Shir Ahimsa Putra, dalam “Suatu Refleksi Antropologis” yang dikutip Simon, hal 10.
[2] Ibid, hal 55
[3] Simon, hal 47
[4] 2004, hal 8
[5] Detik, 10/02/2010
[6] Peursen, Strategi Kebudayaan, hal 105

YOGA UNTUK REMAJA AUTIS



Kata “yoga” berasal dari bahasa sansekerta yang berarti untuk mempersatukan atau untuk menyelaraskan. Yoga merupakan suatu sarana untuk mencapai suatu tingkat di mana aktivitas tubuh, pikiran dan jiwa berfungsi bersama secara harmonis. Yoga juga dijelaskan sebagai suatu sistem yang tujuannya adalah untuk membantu orang mencapai potensi mereka yang sepenuhnya melalui peningkatan kesadaran.
Yoga sering dianggap sebagai ilmu pengetahuan. Sebagai suatu sistem yoga memilki banyak cabang. Masing-masing dengan fokus, seperangkat peraturan, dan etikanya sendiri. Disiplin ilmu yang dimaksud meliputi suatu disiplin psikologis, spiritual, dan fisilogis dan telah menjadi satu bagian yang melengkapi kebudayaan India beribu-ribu tahun yang lalu ini.
Para ahli yoga masa lampau mengembangkan sistem yoga karena mereka percaya bahwa dengan melatih tubuh dan pernafasan, mereka bisa menguasai sifat alami pikiran, emosi, dan kesejaterahan mereka secara umum.yoga berkonsentrasi bada cara-cara yang berbeda untuk mencapai perpaduan antara jiwa individu dengan dengan sifat kodrsti yang dimiliki setiap manusia yaitu sebuah poensi diri.
Apapun keadaannya manusia memiliki kemampuan potensial yang tersembunyi. Yoga memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi potensi tersebut. Dengan harapan yoga mampu memperbaiki sudut pandang seseorang terhadap dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian dicoba oleh salah seorang orangtua yang anak remajanya menyadang autis yang mengalami keterbatasan, sehingga sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
Remaja autis adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai kekhasan tersendiri. Perkembangan menunjukkan bahwa jumlah penderita autisme meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 penderita autis 1:500, kemudian menjadi 1:150 pada 2000. Para ahli memperkirakan pada 2010 penderita autis akan mencapai 60% dari keseluruhan populasi di dunia. Sekitar 80%, gejala autis terdapat pada anak laki-laki. Bila dilihat per negara, di Amerika perbandingan perbandingan anak autis dan anak normal adalah 1:150 anak, sedangkan di Inggris pebandingannya adalah 1: 100 anak.
Istilah autisme berasal dari kata “autos” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti aliran. Sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Autis merupakan kelainan perilaku di mana penderita hanya tertarik pada aktivitas mentalnya sendiri (seperti melamun atau berkhayal).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang dapat mengalami keautisan di antaranya yaitu faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis antara lain adalah faktor genetik yang berupa pewarisan gen sifat orang tua pada gen anak, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin akibat virus (Rubella, Toxo, Herpes) dan jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan, keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat perkembangan sel otak sehingga menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung mengalami gangguan terutama fungsi komunikasi, pemahaman dan interaksi.
Faktor biologis lain dapat berupa gangguan pencernaan pada anak, hal ini terbukti bahwa dari 60% penyandang autis mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna terutama bagi makanan, seperti susu (casein) dan tepung terigu (gluko) yang tidak dicerna dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam amino yang seharusnya dibuang melalui urin, ternyata diserap kembali oleh tubuh, masuk ke dalam aliran darah, menuju ke otak dan diubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan gladorphin yang mengefek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu.
Faktor psikologis yang dapat menyebabkan seorang remaja yang memiliki potensi keautisan menjadi autis adalah media elektronik visual seperti televisi, komputer, dan playing station  yang biasa menjadi pilihan orang tua untuk memberikan hiburan kepada anaknya juga dapat menjadi penyebab autisme. Ini terjadi karena interaksi antara remaja dan orang tua semakin berkurang demikian pula interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya sekolah yang lebih awal dapat meningkatkan dan makin menonjolkan potensi autistik pada anak. Ini karena sekolah lebih awal diduga dapat membuat anak mengalami shock akibat perubahan lingkungan yang mungkin dirasa kurang cocok dan terasa asing, padahal pada masa-masa awal pertumbuhan anak, dan peran orang tua serta lingkungan keluarga harus lebih dioptimalkan.
Sedangkan menurut Maurice secara klinis diangnosis autisme tampak adanya empat gejala seperti. Pertama, kurangnya kemampuan interaksi sosial dan emosional. Kedua, Kurangnya komunikatif timbal balik. Ketiga, minat yang terbatas disertai dengan gerakan  berulang-ulang tanpa tujuan. Keempat,respon sensorik yang menyimpang.
Terdapat beberapa hal yang dibutuh orang-orang autis untuk mengetahui keadaanya sebagai individu berpotensi. Tiga hal yang diberikan yoga terhadap kebutuhan orang-orang autis. Pertama,  kesehatan dan kebahagian merupan satu kesatuan. Kondisi kebahagian sangat mempengaruhi kondisi urat-urat saraf, kelenjar-klenjar dan organ vital yang memperlihatkan sesehat apa penampilan dan perasaan seseorang. Dengan latihan yoga dapat menguranngi penumpukan ketegangan yang berlebihan dalam dirinya.
Kedua, peningkatan kesadaran tubuh. Yoga merupakan sarana untuk lebih mengenal keadaan tubuh anda. Proses pembelajaran mengenai cara menolong tubuh agar berfungsi secara sehat dapat meningkatkan ketenanganpikiran dan kestabilan emosi. Dalam hal kestabilan emosi, orang autis belum memiliki kesaradaran untuk menstabilkan emosi. oleh raena itu yoga menawarkan panduan untuk menyempurnakan berbagai perubahan fisik, emosi, mental dan rohani sehingga mebawa tubuh dalam keseimbangan dan kesehatan.
Ketiga, yoga sebagai pelepasan dan pencegahan stress. Terkadang ritme kehidupan tidaklah sejalan dengan keinginan. Penuh dengan tekanan dan kompetisi. Stress sebenaranya suatu keadaan di mana seseorang tidak mampu mengatasi gangguan pernafasan yang tidak terartur. Pernafasan sangatlah berhubungan erat dengan emosi dan keadaan pikiran. Pernafasan di dalam yoga adalah sebagai penghilangan stress melalui relaksasi. Hal inilah yang sangat dibutuhkan oleh orang autis yang dalam keadaan psikologisnya mengalami shock.

EMOTIONAL BRANDING VERSUS FILOSOFI SARI BUAH



EMOTIONAL BRANDING VERSUS FILOSOFI SARI BUAH


Thomas Dewey (dalam Allan&Pease, 2006:1) menyatakan bahwa kebutuhan utama yang telah melekat pada sifat manusia adalah merasa diri penting, diakui, dan dihargai. Hasil uji hipotesis yang dilakukan oleh Rezeki (2006:iii) menunjukan bahwa terdapat hubungan positif (58,1%) antara kebutuhan harga diri dengan kecenderungan perilaku konsumtif terhadap telepon genggam pada mahasiswa. Penelitian lain menunjukkan bahwa  konsep diri sebanyak 12, 2% turut mempengaruhi perilaku konsumtif remaja putri dalam pembelian produk kosmetik juga menunjukan  (Parma, 2007:iii). Salah satu afiliasi sifat dasar manusia menurut penulis adalah perilaku konsumtif. Oleh karena itu menurut hemat penulis walaupun kebutuhan utama yang disebutkan Dewey melekat pada sifat manusia, namun terdapat berbagai cara dan strategi yang mampu diciptakan untuk mengurangi afiliasi sifat dasar tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa usia remaja (15-18 tahun) ibu kota memiliki gaya hidup “shopping mall” sebesar 52,5%. Lebih lanjut lagi di jabarkan bahwa sebanyak 40% perempuan  membelanjakan uangnya di mall lebih dari satu juta rupiah dengan frekuensi waktu lebih dari lima jam sebanyak 20%. Tiga teratas kegiatan yang para shoppers lakukan yaitu nonton bioskop (40%), makan (40%), dan shopping (65%). Ini menunjukan bahwa remaja ibu kota biasa memanjakan diri di mall. Dugaan ini diperkuat dengan temuan hasil penelitian tentang gaya hidup keluarga di ibu kota yang membiasakan diri berbelanja di mall (87,5%); kegiatan waktu luang bersama keluarga dihabiskan untuk pergi ke mall (34%); dan jenis pengeluaran terbesar keluarga adalah rekreasi/hiburan (40%) (Wagner, 2009:59-64). Dari fakta yang dikemukan oleh peneliti diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa remaja ibu kota yang terbiasa dimanjakan dengan kehadiran mall memiliki tingkat konsumtif yang tinggi.
Permintaan individual konsumen terhadap suatu barang tidak terlepas dari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi barang tersebut ( Sudirman&Algifari, 2009:1). Oleh karena itu Rusandi (2004) menyebut perilaku konsumtif sebagai suatu perilaku memebeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi.
Sangat menarik, dalam sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa siklus haid yang dialami perempuan bisa memperngaruhi mood seseorang perempuan untuk berbelanja lebih agresif alias boros. Dua pertiga dari 443 perempuan berusia 18-50 tahun dilaporkan tidak mampu mengontrol emosi yang kerap muncul saat haid, seperti rasa marah, depresi ataupun stress. Sehingga kaum hawa tersebut memutuskan untuk pergi membelanjakan uang semakin besar untuk menceriakan suasana hatinya dan mengontrol emosinya (Karen, dalam Haluan: 14 Mei 2011).
Pasar konsumen kebutuhan kini diubah menjadi keinginan. Kebutuhan untuk berpakaian berubah menjadi keinginan untuk memiliki Logo, Gucci, Prada, Elisabeth atau Hermes. Pada kasus ini pengusaha harus pintar memposisikan brand mereka menjadi hal yang menarik secara emosional bagi konsumen dari kebutuhan menjadi keinginan. Ketika konsumen merasa sebagian dari hidupnya di lengkapi dan merasa terbantu oleh brand, maka saat itu muncullah emotional branding yang kuat antara brand dan konsumennya.
Emotional branding yang terlalu kuat pada diri seseorang tanpa pemahaman lebih pada ujungnya akan menjadi bomerang tersendiri bagi manusia. Hal itu menurut hemat penulis, keajegan suatu brand tidaklah bersifat mutlak melainkan pasang surut. Surutnya perusahaan tidak akan dimunculkan kepada konsumen setianya, padahal perusahaan sedang tidak memproduksi barang karena krisis, namun barang yang beredar dipasaran tetap ada dan dengan harga yang sangat murah. Anda akan merasakan ada yang berbeda dengan brand langganan, saat itulah anda menyadari kalau jaket branded anda hanyalah terbuat dari kulit sintetis.
Brand dan sari buah adalah dua hal yang sama dalam mempertahankan kualitas. Emotional branding selalu bersahabat dengan uang, memacu manusia untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya uang kemudian untuk membeli barang branded demi prestise. Hal ini bertolak belakan dengan sari buah. Artinya, kalau anda memiliki apel buatlah sari apel, janganlah membuat sari apel dengan rasa jeruk. Karena jeruk dan apel tidak akan pernah terjadi apel rasa jeruk atau jeruk rasa apel. Yang ada sari apel beraroma jeruk, atau sari jeruk beraroma apel.
Perusahaan branding yang anda kira memanjakan anda, sebenarnya sama sekali tidak sepenuhnya mencintai setumpuk kepentingan anda, melainkan membagi cintanya untuk kepentingan gaji karyawan dengan mensubtitusi melalui rekayasa ilmu pengetahuan modern. Oleh karena itu, semakin lama sari anggur diperam, maka harganya semakin melangit. Investasi sari buah lebih menguntungkan, jika dibandingkan invetasi barang-barang branded demi prestise.
RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimana menciptakan emotional branding dengan konsumen wanita?
  2. Bagaimana filosofis sari buah memberikan upaya motivasi menabung guna mengurangi tingkat konsumtif berlebih wanita indoneasia?
TUJUAN PENULISAN
  1. Menjelaskan proses terciptanyaemotional branding dengan konsumen wanita.
  2. Menjelaskan filosofis sari buah sebagai salah satu upaya motivasi menabung guna mengurangi tingkat konsumtif berlebih wanita indoneasia.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.                Sifat Dasar Utama Manusia
Allan&Pease (2006:1) menggolongkan sifat dasar utama manusia menjadi tiga kelompok yaitu; pertama, manusia itu merasa dirinya dipentingkan. Merasa diri penting merupakan kebutuhan manusia paling kuat dan menetap. Inilah satu sifat yang membedakan manusia dengan binatang. Merasa diri penting inilah yang membuat manusia ingin memakai baju bermerek, memiliki mobil mewah, meraih gelar akademis, atau memiliki kebanggaan atas keberhasilan anak-anak mereka.
Dewey mengemukakan bahwa selain merasa diri penting, manusia pada dasarnya juga melekat sifat diakui dan dihargai (Allan&Pease, 2006:2). Keinginan untuk diakui dan dihargai inilah yang membuat seorang remaja senang bergabung dengan geng atau perkumpulan pemuda. Bahkan karena ingin dikenal, sebagian dari remaja ini bahkan rela bergabung dengan geng perampok yang keji.
Kedua, manusia lebih tertarik dengan dirinya sendiri. Orang lain lebih tertarik kepada diri mereka sendiri dibandingkan dengan diri anda. Orang hanya tertarik pada apa saja yang dapat membeikan keuntungan bagi mereka. Sifat mementingkan diri sendiri ini merupakan naluri bertahan hidup yang sudah terekam dalam otak kita, serta merupakan sifat bawaan manusia sejak manusia diciptakan.
Ketiga, hukum alam tentang imbalan yang seimbang. Memberikan sesuatu yang nilainya sama seperti yang kita terima dari orang lain merupakan desakan yang dengan sendirinya muncul dari alam bawah sadar manusia. Berdasarkan teori diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa sifat dasar manusia adalah sebuah landasan berpikir pertama yang digunakan para perusahaan untuk menciptakanemotional branding dengan konsumennya. Artinya,emotional branding pada dasarnya sangat mengerti bahwa kebutuhan utama manusia adalah dianggap penting dan dihargai, sehingga semakin sebuah perusahaan branding membuat konsumennya merasa penting, maka semakin positf pula respon mereka terhadap branding perusahaan.

B.                 Periode Emas Remaja
Masa remaja adalah masa transisi seseorang banyak mengalami perubahan dalam aspek kehidupan, diantaranya, psikologis, kognitif, dan psikoanalisis (Santrock, 2007:18). Seiring dengan perubahan tersebut pada usia remaja mulailah etrbentuk pola konsumsi yang kemudian berkembang menjadi perilaku konsumtif (Rosandi, 2004). Hal ini menurut penulis dikarenakan perubahan yang terjadi bersifat kausalitas dan berkelanjutan, artinya perubahan biologis mampu mendorong munculnya perilaku konsumtif, karena di masa transisi ini tuntutan masyarakat menjelma melalui berbagai medium.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Agustina (2005) yang menyatakan bahwa gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang, dan pada akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang.
C.                 Perilaku Konsumtif
Dalam kamus Bahasa Indonesia, konsumerisme dibatasi pengertiannya sebagai sebuah cara hidup yang tidak hemat. Kemudian konsumtif disebutkan sebagai sifat yang hanya mampu memakai, menggunakan, tanpa mampu menciptakan.
Konsumtif, kata ini digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok (Fransiska : 2003).
Konsumtif adalah suatu gaya hidup atau pola hidup yang dikendalikan oleh keinginan membeli barang-barang yang tidak atau kurang dibutuhkan, selalu merasa tidak puas, bergaya hidup boros dan berlebihan dalam membeli sesuatu untuk memenuhi hasrat kesenangan duniawi semata (Yuanita, 2003).
Lebih jelasnya Perilaku konsumtif disebut Mummery and Hobson's Under-Consumption Theory dengan istilah consumption yang artinya tidak menabung atau berinvestasi (not saving or investment). Perilaku konsumtif yang akhir-akhir ini popular adalah menggunakan pakaian bermerk dan juga menggunakan selularphone dengan model terbaru (Yuniawati, 2003).
Menurut Rosandi (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah sebagai berikut:
(a). Demografi adalah data yang menggambarkan suatu populasi dalam hal ukurannya (jumlah individu dalam suatu populasi), distribusinya (berdasarkan lokasi geografis dan lokasi tinggal di perkotaan, pedesaan, atau pinggiran kota), serta strukturnya (umur, pendapatan, pendidikan). Faktor demografi mempengaruhi gaya hidup seseorang, dalam caranya memanfaatkan waktu, barang atau jasa yang dibutuhkannya maupun barang atau jasa yang dipilih untuk dikonsumsinya. (b). Perilaku konsumtif juga dipengaruhi faktor situasional seperti kondisi keuangan, waktu dan juga tempat pembelian dapat mempengaruhi perilaku membeli seseorang. Seseorang yang memiliki keuangan yang lebih cenderung akan lebih konsumtif, demikian juga dengan seseorang yang memiliki lebih banyak waktu luang akan membeli lebih banyak dibandingkan yang tidak. (c). Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen. (d). Iklan mempunyai pengaruh yang besar dalam menimbulkan perilaku konsumtif. Hal ini karena media massa sudah berkembang menjadi bagian dari kehidupan manusia dan tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi dari peristiwa yang terjadi, tetapi juga berperan sebagai media hiburan, pendidikan, sosialisasi, dan propaganda (Aprianti, 2005).
Menurut Rosandi (2004), iklim tersebut dapat menimbulkan fenomena psikologi baru yang dikenal dengan fenomena homo consumens, yakni nafsu lapar dan haus yang tidak pernah terpuaskan oleh produk-produk konsumsi yang ada, karena tak henti-hentinya dipupuk, dirangsang, dan dihembus-hembus oleh iklan baru.
D.                Emotional Branding
Brand adalah komoditas atau jasa yang dikemas dalam sebuah persona emosional, dipatenkan dengan sebuah image atau logo. Persona emosional adalah sebuah pengalaman sensoris yang diciptakan lewat desain konseptual dari sebuah brand. Branding, merujuk pada kumpulan hal-hal yang dipercayai dan dipegang pembeli mengenai perusahaan beserta  produk/jasanya, baik positif maupun negatif. Definisi ini bergeser menjadi lebih dari sekedar nama, logo, atau identitas grafik (Rachman, Femina:2011).
Christodoulides dkk (2006) mendefinisikan hubungan emosional dalam konteks yang berhubungan dengan suatu brand adalah affinitas antara konsumen dan sebuah brand yang dibuat lewat afiliasi (hubungan), perhatian, dan empati. Hubungan emosional yang dibagikan dengan konsumen, yang termasuk sebagai salah satu dimensi pengukuran dari komunitas Psikologi, dideskripsikan sebagai hubungan antara anggota (Obst & White 2004).
Emotional branding terbentuk dari unsur self-concept, self-congruent by iklan, dan Loyalitas brand. Indikator lain yang dipakai Kamp and MacInnis (1995) sebagai kriteria pada hubungan emosional dengan brand adalah relevansi brand, kesesuaian self-brand image, dan perasaan positif yang kuat.
Self-concept yang dipakai/dimaksudkan dalam proses ini mungkin saja adalah self-image seseorang yang sebenarnya (trait yang dipercayai dimiliki seseorang), ideal self-image (trait yang ingin dimiliki seseorang), social self-image (trait yang diberikan oleh orang lain pada dirinya)  (Johar & Sirgy 1991). Tergantung pada tipe kesesuaian image yang dibutuhkan/diinginkan, konsumen mungkin mencari keuntungan brand yang memenuhi kebutuhan social consistency (actual self-image), kebutuhan self-esteem  (ideal self-image), atau kebutuhan pengakuan sosial (ideal social self-image).
Dari deskripsi ini, dapat disimpulkan bahwa konsumen mungkin lebih tertarik untuk menghubungkan antara motif mereka terhadap penggunaan brand dan kemampuan brand untuk memenuhi motif-motif tersebut daripada hubungan paralel antara image atau kepribadian dari brand dengan dirinya.  Fournier (1998) mendukung kesimpulan ini, dalam studinya mengenai hubungan konsumen-brand. Bahwa hubungan tersebut adalah hubungan yang lebih kepada persoalan pengenalan kesesuaian pemenuhan tujuan daripada kesamaan antara aspek produk dengan image kepribadiannya.
Chang (2005) mengemukakan teori bahwa pesan iklan yang berisi self-congruent mempercepat individu untuk segera melakukan self-referencing, membayangkan diri mereka sendiri pada situasi yang diilustrasikan dalam iklan, dan hadirnya iklan itu juga menimbulkan respon emosional positif yang kuat. Sebagai hasil dari perasaan positif dan proses self-referencing oleh iklan tersebut, para pemirsa punya sikap lebih menyukai iklan dan brand tersebut. Self-referencing ini akan memperlancar pemaknaan brand yang disebabkan oleh keuntungan emosional yang dihubungkan dengan diri sendiri, faktor krusial pada pembentukan self-brand connection (Escalas & Bettman 2005, 2003).
Implikasinya adalah peran iklan dalam menciptakan sebuah hubungan emosional dengan brand adalah untuk  mengisi brand dengan makna (melalui komunikasi tentang keuntungan emosional) di mana konsumen dapat bergabung untuk berhubungan bersama brand dengan self-comcept mereka.
Hubungan emosional dimulai dengan iklan yang bertujuan untuk mengkomunikasikan keuntungan emosional dalam bentuk pendek. Ketika individu menemui pesan keuntungan emosional, mereka dapat menilai kesesuaian pesan tersebut. Secara lebih spesifik, konsumen akan memutuskan apakah keuntungan emosional yang dikomunikasikan cocok dengan kebutuhan atau tidak (self-consistency, self-esteem, social consistency, atau social approval) (Johar & Sirgy 1991).
Loyalitas brand didefinisikan sebagai tingkat dimana konsumen mempertahankan sikap positif terhadap brand, memiliki komitmen terhadapnya, dan berkeinginan untuk meneruskan pembelian selanjutnya. Implikasinya adalah peran iklan dalam menciptakan sebuah hubungan emosional dengan brand adalah untuk  mengisi brand dengan makna (melalui komunikasi tentang keuntungan emosional) di mana konsumen dapat bergabung untuk berhubungan bersama brand dengan self-concept mereka.
E.                 Succesfull Saving
Perilaku konsumtif diistilahkan oleh Mummery and Hobson's Under-Consumption Theory adalah dengan istilah consumption yang artinya tidak menabung atau berinvestasi (not saving or investment). Seseorang yang memiliki perilaku konsumtif pada umumnya tidak mampu menabung (saving). Secara teori menabung adalah salah satu kegiatan positif yang harus dilakukan oleh negara modern.
Hal ini didukung dengan pendapat Carroll (2006:1)
“Consumption and saving decisions are at the heart of both short- and long-run macroeconomic analysis (as well as much of microeconomics). In the short run, spending dynamics are of central importance for business cycle analysis and the management of monetary policy. And in the long run, aggregate saving determines the size of the aggregate capital stock, with consequences for wages, interest rates, and the standard of living.” (konsumsi dan menabung merupakan keputusan individu dari dua analisis economi jangka panjang dan pendek (sama banyaknya dari microecnomi). Dalam jangka pendek, konsumsi dan investasi digunakan untuk menyadari dinamika dari siklus analisis bisnis dan manajemen kebijakan moneter. Dan untuk jangka panjang, pentingnya investasi bagi negara adalah sebagai ketersediaanya modal, dengan konsekuensi untuk wages, kepentiingan suku bunga, dan harga standart sembako).
Untuk negara yang sedang berkembang, kebijakan pemerintah untuk menggalakkan budaya menabung (investasi) seharusnya disosialisasikan menjadi komitmen nomor satu. Di lain pihak gempuran globalisasi membuat batas-batas territorial tidak memnjadi sebuah masalah untuk bertukar informasi. Ditambah dengan diratifikasi segala perjanjian yang menyatakan bahwa Indonesia siap dengan pasar bebas. Maka produk domestic akan bersaing dengan produk luar negeri. Dan semoga hasil penjualan tersebut di sirkulasi kembali di Indonesia sebagai investasi, namun celaka jika negara kita hanya digunakan tempat penjualan barang dagangan tanpa investasi.
Hal serupa juga diperoleh dari hasil penilitian Neil (Carroll, 2006:2) yang mana disebutkan bahwa hubungan antara investasi dan pertumbuhan telah dipercaya bergantung pada carapandang pendapatan masa depan. Oleh karena itu menbung hemat penulis adalah suatu keharusan yang didukung penuh oleh semua steakholder guna penerapan dan manfaatnya efektif.

BAB III
PEMBAHASAN
Menabung bukanlah sebuah budaya yang diprogramkan oleh pemerintah sebagai upaya komitmen bersama. Hal ini karena negara tidak pernah mempercayai kemampuan rakyatnya. Pemerintah hanya percaya kepada pihak asing, yang terpenting mereka memiliki investasi besar di Indonesia, namun tidak pernah memperhitungkan kerugian yang akan ditimbulkan.
Menabung dan olahraga itu kegiatan sadar manusia dengan tujuan positif. Kedua hal tersebut akan sangat merepotkan jika dilakukan oleh orang yang tidak pernah melakukannya. Kedua hal tersebut akan sangat dibutuhkan ketika seseorang telah mengalami kerugian. Misalnya, seseorang yang dahulunya tidak pernah olahraga, sehingga suatu hari dokter memvonis menderita penyakit jantung. Maka penderita ini akhirnya mulai menata pola makan dan mengatur pola olahraga. Bagi orang yang tidak pernah olahraga, tentu pada hari-hari pertama mengalami banyak keluhan, mulai dari capek, pusing, pegal-pegal, bahkan hingga demam. Namun, jika kegitan olahraga ini dibiasakan, maka kegiatan ini akan menguntungkan di kemudian hari. Hal serupa juga yang akan terjadi dengan orang yang hendak menabung.
Sebagai negara berkembang yang tingkat konsumsinya tinggi (BPS Agustus 2011) emotional branding mulai menjadi penyakit baru yang terus mewabah. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa salah satu faktor dukungan emotional branding adalah daya beli yang meningkat, kontruksi sosial, dan kemudahan mengakses barang yang diinginkan.
Tidak sedikit emotional branding memberikan dampak negatif terhadap konsumen dan negara. Dampak negative bagi konsumen adalah munculnya depresi yang tercipta karena tekanan sosial dari kelompok karena tidak menggunaka barang-barang bermerk. Selain itu, emotional branding menciptakan jurang sosial baru di masyarakat. Sedangkan kerugian yang dialami negara adalah banyaknya barang bajakan. Masyarakat dengan ekonomi lemah namun menginginkan gaya hidup branded pada akhirnya akan membeli bajakan. Faktanya, dimanapun kita berada sebagian besar para wanita memiliki salah satu aksesoris dengan merk Chanel mania ataupun LouiVistonholic.

Saya jadi teringat kata-kata Julius Rosenwald yang pernah memberikan nasihat kepada salah seorang sahabatnya yang bunyinya demikian “kalau anda mempunyai jeruk, buatlah air jeruk”. Filosofis dasar ini memberikan kesempatan bagi kita untuk sejenak melakukan refleksi kedalam jiwa yang sadar menjauhkan diri dari kesedihan akibat depresi emotional branding.
Orang yang bijaksana bila diberi jeruk, maka ia akan berkata “pelajaran apa yangn dapat saya perik dari kemalangan ini? Bagaimana saya bisa memperbaiki situsi ini? Bagaimana saya bisa memanfaatkan jeruk ini hingga menjadi air jeruk?”.
Adler (Carnegie, 1989:226-227) menyatakan bahwa sifat dasar manusia yangn paling istimewa adalah kemampuannya untuk mengubah minus menjadi plus. Pendapat ini didukung oleh Thompson (Carnegie, 1989:229) yang menyebutkan bahwa sebenarnya anda menemukan kebenaran yang dulu diajarkan oleh orang-orang Yunani 500 SM yakni sesuatu yang paling baik adalah yang paling sulit. 
Menabung bukanlah sesuatu inovasi ekonomi tanpa manfaat. Belajar dari wanita-wanita bromo yang perkasa, yang setiap harinya naik turun gunung mencari kayu guna dijual, lalu uangnya mereka gunakan hanya untuk tiga hal, yaitu jika salah seorang keluarga ‘babaran’ (melahirkan), nikahan, dan upacara kematian. Maka tidaklah salah jika Fosdick (Carnegie, 1989:229) mengatakan bahwa kebahagian tidaklah selalu berupa kesenangan, tapi berupa kemenangan. Kemenangan dalam arti keberhasilan mencapai cita-cita, memanfaatkan segi positif dari setiap situasi yang negative. Oleh karena itu, berusahalah menjadi wanita tanpa bergantungannya merk di seluruh tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Inca. 2005. Gambaran Gaya Hidup Remaja yang Memiliki Keterlibatan Tinggi Terhadap Shopping Mall. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya. Jakarta.
Allan&Pease, Barbara.ed.Susanto, Danny. 2006. Easy Peasey-People Skills for Life. Jakarta: Network TwentyOne.
Ball, Jennifer G. Creating Emotional Branding Connections : Emotional Benefits, Brand Meaning, and Self-congruity. University of Texas at Austin. http://www.ciadvertising.org/SA/fall_06/adv392/havachava/index.htm. Diakses 25 Juni 2011.
Carnegie, Dale.ed.Hartaya, tim. 1989. Petunjuk Hidup tentram dan Bahagia. Jakarta: PT Gramedia.
Carroll , Christopher D. 2006. Consumption and Saving: Theory and Evidence. Diakses 25 Juni 2011.
_____. 2011. Membanngun Persona Branding. Majalah Femina: 2011.
Laporan BPS periode Agustus 2010
Prawono, Inge Yuliana. 2005. Perbedaan Perilaku Konsumtif untuk Produk Fashion Antara Remaja Putra dan Putri. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya. Jakarta.
Rohmah, Farida Nur,dkk.2007. Membangun Emotional Branding Connection dengan Konsumen. Makalah. Universitas Diponegoro.
Rosandi, Andika Filona. 2004. Perbedaan Perilaku Konsumtif Antara Mahasiswa Pria dan Wanita di Universitas Katolik Atma Jaya. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya. Jakarta.
Santrock, John W. (2003). Adolescence (9th ed). McGraw-Hill Companies, Inc. New York.
Siklus Haid Bikin Perempuan Boros. Haluan: 14 Mei 2011. Diakses 25 Juni 2011.
Sudarman,Ari&Algifari.2009. Ekonomi Mikro-Makro. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Yuanita, Lisa. 2003. Gambaran Terjadinya Perilaku Konsumtif dalam Membeli Telepon Selular. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya. Jakarta.

WANITA AEROPETROPOLIS


Mobilitas masyarakat yang semakin dinamis menuntut penyedian infrastruktur yang memadai. Ungkapan makan pagi di Jakarta, makan siang di Medan, dan makan malam di Surabaya sepertinya bukanlah sebuah hal yang mustahil. Semua hal itu tentu mustahil jika dilalui menggunakan jalur darat dan laut. Oleh karena itu bagi beberapa orang yang sering berpergian transportasi menjadi sebuah pertimbangan yang matang dalam melakukan perjalanan bisnis. Laporan tahunan kementrian perhubungan menyebutkan bahwa terdapat kenaikan selera pengguna transportasi dari darat menuju udara.
Aeropetropolis adalah sebuah konsep kota yang diajukan disaat moda transportasi dituntut semakin mempersingkat waktu tempuh. Bandara pada dasarnya hanya perluasan fungsi pelabuhan (Bandar) yang dapat dilabuhi pesawat. Indonesia merupakan Negara kepulauan, tuntutan kebutuhan yang muncul disetiap daerah pada akhirnya memberikan pemikiran pada pemerintahan setempat untuk membangun jalur udara. Keberadaan bandara inilah yang disebutkan oleh (Bustami,2006) akan menjadi geliat pembangunan dan pergeseran gaya hidup.
Pada realitanya gaya hidup konsumen wanita akan kebutuhan penampilan kini diubah menjadi keinginan. Kebutuhan untuk berpakaian berubah menjadi keinginan untuk memiliki Logo, Gucci, Prada, Elisabeth atau Hermes. Pada kasus ini pengusaha harus pintar memposisikan brand mereka menjadi hal yang menarik secara emosional bagi konsumen dari kebutuhan menjadi keinginan. Ketika konsumen merasa sebagian dari hidupnya dilengkapi dan merasa terbantu oleh brand, maka saat itu muncullah emotional branding yang kuat antara brand dan konsumennya.
Hal ini juga tidak menutup kemungkinan jikalau wanita melakukan perjalanan lintas batas Negara hanya untuk hal pemuasan belanja. Penulis menyebutnya sebagai wanita aeropetropolis. Pada dasarnya wanita sangat kuat kaitannya dengan pemuasan belanja dengan branding. Bagi wanita penggila belanja kelas kakap, barang-barang bermerk dengan harga selangit tentu akan diburu dengan berbagai cara. Salah satu caranyanya dengan terbang langsung ke lokasi pembuatannya. Oleh karena itu jangan kaget ketika terdapat seorang wanita berburu tas Louis Vuitton hingga ke Perancis atau Singapura. Maka itulah wanita aeropetropolis/drn.

Rabu, 14 September 2011

RAHASIA KEDUTAN


Secara ilmiah kedutan adalah kontraksi yang melibatkan otot orbicularis oculi. Kedutan terjadi karena serabut saraf di dalam otak mengalami kontraksi sesaat. Denyutan pembuluh darah tiba-tiba seperti mengalami rangsangan (kontraksi) yang membangkitkan aliran listrik melalui nervus facialis yang membuat mata kejang sesaat. Salah satu factor penyebabnya kelelahan, stress, mata lelah, kafein, mata kering, dan alergi.
Bagaimana dengan perspektif mitos, ternyata kedutan merupakan firasat seseorang yang diceritakan dan mengalami reinforcement (penguatan) sehingga hasil akhirnya adalah sugesti. Firasat sendiri menurut Tirmidzi menjelaskan bahwa bisa memiliki dua pengertian, yakni Allah menyusupkan firasat itu di hati para wali-Nya, sehingga mereka mengetahui kondisi seseorang sebagai bagian dari karomah, atau memiliki ketepatan wawasan, dugaan dan kemantapan. Makna kedua, dia mendapatkan (firasat) itu berdasarkan pengalaman, keadaan, ata perilaku kebiasaan yang dengannya bisa diketahui kondisi manusia.
Namun dengan tegas Allah telah memperingatkan untuk tidak menduga-duga suatu perkara ghaib, “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (QS. Yunus: 36). Penegasan Al-qur'an ini menegaskan kepada kita bahwa segala sesuatunya itu ujungnya adalah pengujian kebenaran. Kebenaran sendiri dapat diperoleh dari benar jika sesuai (the correspondence theory of truth) dan benar jika ada guna.

STOP ! TELAPAK KAKI TIDAK SEHAT


Wanita Indonesia belum memperhatikan kesehatan dan kecantikan telapak kakinya. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh team For Her Jawa Pos telapak kaki wanita usia 19-63 mengalami Psoriasis (keadaan dimana telapak kaki pecah-pecah dan terkelupas) sebanyak 72,63% dari 100 responden di wilayah surabaya. Itu artinya 7 dari 10 wanita Surabaya belum memperhatikan kecantikan dan kesehatan kulit kakinya.
Tiga alasan tertinggi menyebutkan bahwa, kaum hawa tidak peduli merawat kaki dengan baik karena kaki adalah bagian yang tidak terlihat oleh mata (37.69%). Kedua, Tidak mengetahui cara menyembuhkannya (19.27%). Dan  ketiga, tidak ada waktu merawat kaki (15.67%).
Penyakit kaki yang dialami responden mulai dari yang biasa hingga yang akut. Penyakit kaki yang disebabkan Infeksi jamur dermatofit (tinea pedis), infeksi ini biasa terjangkit pada seseorang memiliki gaya hidup aktif sehari-hari. Tidak hanya menyerang telapak kaki pria, tetapi juga wanita. Gejala yang ditimbulkan, kulit menebal dan bersisik, kemerahan dan melempuh.
Kedua, jamur kuku kaki (onychomycosis) jamur ini dapat menghancurkan ataumengubah bentuk kuku kaki. Penyebab jamurnya trichopyton rubrum, trychopyton mentagrophytes. Penyakit ini disebabkan penggunaan alas kaki yang lembab. Selain itu penggunaan cat kuku yang berlapis-lapis. Bahaya bagi penderita HIV dan diabetes karena rentan menular. Gejala yang dapat diamati dari penyakit ini adalah kuku menguning, warna gelap, menebal dan mudah rusak.
Ketiga, tumit pecah-pecah. Tumit pecah-pecah disebabkan sering kontak dengan zat atau suasana dan suhu tertentu, yang secara otomotis (self recovery) kulit akan membentuk lapisan kuit pelindung (zat tanduk). Ketika kulit membentuk lapisan pelindung, disaat itulah kulit kontak dengan kotoran yang menyebabkan debu dan kotoran lainnya masuk kesela-sela kulit hingga terkesan pecah-pecah. Tumit pecah-pecah yang akut akan menyebabkan infeksi.
Bagi ladies yang tumitnya pecah-pecah, jangan khawatir karana bisa diatasi dengan berbagai cara tradisional. Tindakan preventif tumit pecah-pecah adalah dengan menghilangkan kotoran kaki dan juga menjaga kelembaban kaki menggunakan lotion kaki. Secara tradisional, perawatan ini dapat dilakukan dengan getah pepaya dan air daun sirih.
Kebersihan kaki akan menambah pesona kecantikan. Kecantikan kaki wanita akan memberikan nilai plus bagi yang memandang. So, ladies jangan lupa merawat kaki sejak dini adalah tindakan preventif terbaik agar terlihat cantik dari ujung kaki hingga ujung rambut./drn.