STRATEGI
FILE TRANSFER PROTOCOL CITA POS
INDONESIA MASA DEPAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi komunikasi mempengaruhi
pola komunikasi individu maupun komunitas serta organisasi, ini dapat dicermati
dari produksi surat yang terus mengalami penurunan. Hal ini seperti yang
diinformasikan Universal Postal Union (UPU) yang menyebutkan dalam kurun waktu
1998-2008 dalam hal pendapatan terjadi penurunan dari 93% menjadi 85% untuk
surat pos dan dari 19% menjadi 16% untuk layanan ekspres dan paket pos (Wasapada, 27 September 2011). Dengan
kata lain pada waktu yang akan datang lalu lintas dokumen akan lebih di
dominasi perusahaan, industri atau korporat.
Perkembangan teknologi yang berlangsung
cepat mempengaruhi seluruh bagian kegiatan dan kehidupan manusia tidak
terkecuali pos Indonesia. Layanan pengganti jasa pos yang disediakan oleh teknologi
seperti e-mail, SMS, internet, layanan on-line
dan sebagainya menjadi tawaran yang menarik dewasa ini. Regulasi perposan dalam
format Undang-Undang No. 38 Tahun 2009 tentang Pos memeberikan angin segar
untuk menyambut dengan cepat paradigma tersebut.
Selain teknologi yang semakin pesat,
dengan diubahnya status Pos Indonesia menjadi persero tentunya dituntut harus
mampu menutup berbagai biaya operasi untuk menjalankannya. Tahun 2010
pemerintah menyetujui dana public service
obligation (PSO) Rp 175 miliar untuk pos Indonesia.[1]
Hal ini oleh Pos Indonesia dirasa kurang bila dibandingkan dengan tuntutan
prinsip kerja Pos Indonesia yang murah dan merata ke seluruh penjuru nusantara.[2]
Itu artinya pos Indonesia dengan cost yang
tetap tetapi harus menyampaikan sepucuk surat ke daerah terpencil ataupun medan
perang.
Potensi yang dimiliki Pos Indonesia
untuk mengikuti perkembangan teknologi adalah dengan memanfaatkan infrastruktur
jaringan yang dimiliki pos Indonesia mencapai sekitar 24 ribu titik layanan
yang menjangkau 100 persen kota/kabupaten, hampir 100 persen kecamatan dan 42
persen kelurahan/desa, dan 940 lokasi transmigrasi terpencil di Indonesia.
Seiring dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi jejaring Pos
Indonesia sudah memiliki 3700 kantorpos online.[3]
Potensi yang dimiliki inilah yang menginspirasi tulisan ini. Hal ini karena
tidak semua jasa pelayanan pos memiliki jaringan sebesar ini. Pos Indonesia
harus memiliki gigi di negeri sendiri.
Pelayanan pos membutuhkan inovasi untuk
mengimbangi ritme perkembangan teknologi. Penyampaian maksud dan keinginan
seseorang kini lebih mudah dengan kehadiran faximail,
e-mail dan short massage service
(SMS). Pergeseran ini dikarenakan penyampaian pesan dilakukan dengan waktu yang
singkat. Namun, secanggih-canggihnya teknologi, kita masih membutuhkan manusia.
Tidak semua rakyat Indonesia melek teknologi. Kabinet Indonesia Bersatu mengklaim bahwa sampai Tahun 2009
telah dapat mengentaskan 50 kabupaten tertinggal, sehingga dari 199 kabupaten
tertinggal masih ada 149 kabupaten tertinggal yang perlu ditangani. Namun
karena sampai Tahun 2009 terdapat 34 daerah otonom baru yang berasal dari
daerah induk yang berstatus daerah tertinggal, maka KIB jilid II dalam lima
tahun kedepan memiliki kewajiban membina 183 kabupaten tertinggal.[4]
Keberadaan
Pos Indonesia di seluruh kabupaten seharusnya menjadi salah satu solusi. Namun,
seperti yang di sebutkan oleh dirut Pos Indonesia bahwa diperlukan revenue, cost dan profit yang cemerlang dalam pembenahan bisnis.[5] Salah satunya dengan
menggunakan strategi File Transfer
Protocol (FTP). Ide file transfer
protocol muncul karena penulis mencoba mencari solusi pengiriman surat
dengan cepat melalui internet tetapi masih menggunakan prinsip-prinsip Pos
Indonesia.
Kerangka Konseptual
Undang-Undang No.38 tahun 2009 tentang Pos
pada pasal 5 disebutkan bahwa
penyelenggara pos dapat melakukan kegiatan (a) layanan komunikasi tertulis
dan/atau surat elektronik; (b) layanan pakaet; (c) layanan logistic; (d)
layanan transakasi keuangan; (e) layanan keagenan pos. Huruf a yang dimaksud
dengan surat elektronik ialah layanan surat yang proses penyampaiannya kepada
penyelenggara pos melalui elektronik atau berupa soft copy untuk disampaikan
secara fisik kepada individu atau badan dengan alamat tertentu.
Mencermati isi undang-undang tersebut,
dapat diartikan bahwa pengguna jasa layanan pos dapat memproses penyampaian
kepada penyelenggara pos dengan media elektronika. Sehingga Pos Indonesia dapat
memeberikan layanan prima. Yang dimaksud dengan layanan prima adalah pelayanan
yang memberi kepastian waktu, kepastian biaya, dan kejelasan prosedur.
Penyelenggara pos saat
ini
Sesuai dengan Undang-Undang No. 38 tahun
2009 tentang pos yang dimaksud dengan penyelenggaraan pos adalah keseluruhan
kegiatan pengelolaan dan penatausahaan layanan pos. Penyelenggara dapat
berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau PT.Pos Indonesia, badan usaha
milik daerah, badan usaha milik swasta dan koperasi. Layanan yang dapat
diselenggarakan yaitu layanan komunikasi tertulis dan/ atau surat elektronik,
layanan transaksi keuangan dan layanan keagenan pos.
Tabel 1
Fasilitas Fisik Pelayanan (FFP)
PT Pos Indonesia[6]
No
|
Jenis
FFP
|
Jumlah
|
1.
|
Kprk
(kantor pos pemeriksa)
|
205
|
2.
|
KpcDk
(kantor pos cabang dalam kota)
|
420
|
3.
|
KpcLk
(Kantor pos cabang Luar kota)
|
1827
|
4.
|
MPC
(Mail Processing Center)
|
7
|
5.
|
SGLK
(Sentral Giro dan Layanan Keuangan)
|
1
|
6.
|
Kantor
tukar udara
|
1
|
7.
|
Kantor
tukar laut
|
1
|
8.
|
Kantor
filateli
|
1
|
9.
|
MUPI
(Museum Prangko Indonesia)
|
1
|
|
Jumlah
|
2464
|
Konsep File Transfer Protocol (FTP)
Salah satu asas dari penyelenggaraan pos
tertuang dalam UU No. 38 tahun 2009 adalah asas kemandirian yaitu penyelenggaraan
pos dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya
nasional secara efisien dalam rangka menghadapi persaingan global.
Dalam rangka menghadapi persaingan
global maka dibutuhkan peningkatan kualitas jasa pelayanan. Penyelenggara
layanan pos harus berusaha memberikan layanan yang mampu mengimbangi komunikasi
berbasis teknologi. Teknologi itu sendiri akan terus berkembang sejalan dengan
perkembangan global, yang serba cepat, menuntut akurasi dan tarif yang
terjangkau serta kenyamanan bagi pengguna.[7]
File
Transfer Protocol (FTP) adalah salah satu dari pelayanan
internet yang digunakan untuk memberikan kesempatan anda menyalin file. File
ini dapat berisi segala macam informasi yang disimpan dalam sebuah computer
baik itu berbentuk teks terformat, gambar atau suara. FTP adalah sebuah
pelayanan yang memberi kesempatan anda menyalin file-file dari satu host ke
host lainnya. Dengan demikian, FTP menyediakan fasilitas yang menyatukan
seluruh internet ( Sidharta, 1996:4).
Dalam konsep FTP proses copy file dari
satu mesin ke mesin lain merupakan salah satu operasi yang dilakukan. Data
transfer antara client dan server dapat dua arah. Client dapat mengirim file ke
server dan juga dapat request file dari server.[8]
Dengan FTP para pengguna jasa dapat mengupload pos baik surat maupun surat
elektronik. Dan Pos Indonesia berdasarkan pasal 9 UU No. 38 Tahun 2009 menggunakan
perangkat yang memenuhi standar teknis secara nasional dan/ atau internasional
dapat melakukan penyelenggaraan pos dengan prinsip pemanfaatan sumber daya
secara efisien; keserasian sistem dan perangkat; peningkatan mutu pelayanan dan
persaingan yang sehat.
Analisis dan Pembahasan
Urgensi diadakannya strategi file transfer protocol dalam
penyelenggaraan pos disebabkan mengimbangi ritme perkembangan teknologi dan
peefisienan penyelenggaraan pos. Saat ini gempuran teknologi memang bagai jamur
dimusin hujan, akan tetapi tidak semua orang melek teknologi. Masyarakat yang
melek teknologi bermukim di kota. Sedangkan untuk masyarakat luar pulau yang
berkembang, di desa dan perbatasan belum tentu kenal teknologi, hal inilah yang
membuat kehadiran kantorpos menjadi angin segar.
Arus urbanisasi dan budaya merantau yang
di lakukan manusia Indonesia membuat seseorang mau tidak mau menggunakan jasa
pelayanan kantor pos untuk menyampaikan kabar ke daerah asal yang belum tentu
didukung dengan teknologi canggih. Potensi jaringan kantor pos yang besar dan
luas memberikan nilai tambah tersendiri.
Ukuran kepuasan akan jasa pelayanan pos
dapat dilihat dari persepsi pengguna layanan pos. Bagi masyarakat perkotaan
kecepatan proses kini menjadi tuntutan. Bagi para perantau yang sudah melek
teknologi tentu akan lebih bahagia jika prosedur pengiriman surat lebih mudah. Menurut
Kotler (2002:266) persepsi merupakan proses yang mana individu memilih, merumuskan,
dan manafsirkan masukan (input) informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang
berarti mengenai sesuatu hal. Hal ini diperkuat oleh Rangkuti (2006:33) bahwa
persepsi adalah stimulus yang diterima melalui alat indera menjadi suatu makna.
Model File Transfer Protocol (FTP)
Model file transfer protocol di bagi menjadi tiga bagian yaitu bagian U (Uploading), P (Processing), dan D (Downloading).
Pada bagian uploading, pengguna jasa pos dapat melakukannya dengan datang
secara langsung ke cabang kantor pos terdekat atau memanfaatkan layanan on-line di website kantor pos. Jika
pengguna (baca: uploader) menggunakan
fasilitas U secara on-line terdapat user
id yang menggunakan alamat e-mail dan password.
Password diberikan dengan cara uploder diminta memasukkan nomor ponsel untuk
kemudian diberi balasan password.
Bagi pengguna jasa yang datang secara
langsung ke kantor pos dapat memberikan berkasnya berupa hardcopy ataupun
softcopy. Berkas hardcopy kemudian di scan oleh petugas. Selanjutnya para
pengguna jasa diberikan lembar kesepakatan bermaterai.
Ketika bagian uploading berhasil maka selanjutnya bagian P (processing) dilakukan
oleh pihak kantor pos. File yang diterima kemudian dikirimkan ke terminal pusat
data (host pusat kantor pos), untuk kemudian disimpan agar dapat didownload
oleh kantor pos tujuan dengan cabang terdekat. Untuk kemudian dicetak. Tujuan
file di kirimkan ke host adalah sebagai arsip kantor pos.
Bagian downloading dilakukan oleh kantor pos tujuan dengan cara memasukkan
nomor register untuk kemudian dilakukannya download.
Setelah proses download berhasil maka
kantor pos cabang terdekat diberi wewenang untuk mencetak dan mengantarkan
surat ke tempat tujuan.
Beberapa hal yang perlu dijamin oleh
kantor pos dalam menggunakan strategi FTP adalah:
1.
Payung hukum berupa PP yang menjamin
kerahasian data pengguna jasa.
2.
Perangkat yang sesuai dengan standar
keamanan nasional dan internasional.
3.
Pengadaan perangkat dapat berkolaborasi
dengan lembaga kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah RI.
4.
Transparansi tarif dan petunjuk teknis.
Keuntungan penerapan strategi FTP bagi
penyelenggara PT. Pos Indonesia adalah (1) pemanfaatan jaringan PT. Pos
Indonesia yangn tersebar diseluruh Indonesia yang terletak di tingkat perkotaan
sampai pedesaan dan daerah terpencil; (2) meningkatkan kualitas pelayanan yang
prima. Kualitas terukur persepsi dari tingkat kepuasan pengguna jasa; (3) efisiensi
waktu pengirim.
Kelemahan model FTP adalah (1) pelayanan
ini membutuhkan kategorisasi jenis dokumen yang dapat dikirim. Seperti misalnya
pengiriman dokumen ijazah, tentu dokumen ini tidak bisa di scan, karena
penerima ingin menerima yang asli; (2) nilai filosofis dari tulisan seseorang.
Penutup
Kesimpulan
Dari hasil kajian strategi
penyelenggaraan pos melalui File Transfer Protocol dapat disimpulkan bahwa :
1.
Asas kemandirian yang diinginkan dari
strategi FTP yaitu antara pengguna jasa layananan pos dengan kantor pos dapat
terjalin harmonis.
2.
Dengan strategi FTP diharapkan
mengoptimalkan potensi kinerja jaringan yang dimiliki PT. Pos Indonesia di
seluruh Indonesia.
3.
Strategi FTP dapat meefisienkan revenue, cost dan profit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar